Jumat, 04 Mei 2012

Fertilisasi


F  E  R  T  I  L  I  S  A  S  I

ALIEF ASHAR
I 311 07 022







FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011

PENDAHULUAN
Menstruasi dipandang dalam arti fisiologi, sebagai hasil akhir dari kegagalan fertilitas. Tidak diragukan lagi bahwa animus fisiologi siklus ovarium, dan akomodasi-akomodasi saluran reproduktif morfologis yang menyertainya adalah ovulasi, fertilisasi, dan implantasi.  Ada sistem yang bekerja kalau ada kegagalan fertilisasi ovum atau kegagalan implantasi blastokista, dan peristiwa ini berpuncak pada menstruasi. Fertilisasi merupakan suatu proses awal terbentuknya suatu kehamilan. Proses ini berlanjut dengan pembelahan sampai terjadinya implantasi.
Fertilisasi adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel mani/sperma dengan sel telur di tuba falopii. Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (sanggama/coitus), dengan ejakulasi sperma dari saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita, akan dilepaskan cairan mani yang berisi sel–sel sperma ke dalam saluran reproduksi wanita.
Seekor ternak  dapat dinyatakan bunting apabila hasil konsepsi tertanam di dalam uterus, yang biasa disebut dengan kebuntingan intra uterin. Jika hasil konsepsi tertanam di luar rahim, hal itu disebut kebutingan ekstra uterin. Apabila fertilisasi, proses pembelahan dan implantasi tidak berlangsung baik, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya abortus ataupun kelainan pada anak. Sehingga fertilisasi merupakan tonggak awal penciptaan.



PEMBAHASAN
A. Definisi Fertilisasi
Fertilisasi (singami) adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami). Dengan meiosis, zigot itu membentuk ciri fundamental dari kebanyakan siklus seksual eukariota, dan pada dasarnya gamet-gamet yang melebur adalah haploid. Bilamana keduanya motil seperti pada tumbuhan, maka fertilisasi itu disebut isogami, bilamana berbeda dalam ukuran tetapi serupa dalam bentuk maka disebut anisogami, bila satu tidak motil (dan biasanya lebih besar) dinamakan oogami. Hal ini merupakan cara khas pada beberapa tumbuhan, hewan, dan sebagian besar jamur. Pada sebagian gimnofita dan semua antofita, gametnya tidak berflagel, dan polen tube terlibat dalam proses fertilisasi.
Peristiwa fertilisasi terjadi di saat spermatozoa membuahi ovum di tuba fallopii, terjadilah zigot, zigot membelah secara mitosis menjadi dua, empat, delapan, enam belas dan seterusnya. Pada saat 32 sel disebut morula, di dalam morula terdapat rongga yang disebut blastosoel yang berisi cairan yang dikeluokan oleh tuba fallopii, bentuk ini kemudian disebut blastosit. Lapisan terluar blastosit disebut trofoblas merupakan dinding blastosit yang berfungsi untuk menyerap makanan dan merupakan calon tembuni atau ari-ari (plasenta), sedangkan masa di dalamnya disebut simpul embrio (embrionik knot) merupakan calon janin. Blastosit ini bergerak menuju uterus untuk mengadakan implantasi (perlekatan dengan dinding uterus).
Pada hari ke-4 atau ke-5 sesudah ovulasi, blastosit sampai di rongga uterus, hormon progesteron merangsang pertumbuhan uterus, dindingnya tebal, lunak, banyak mengandung pembuluh darah, serta mengeluarkan sekret seperti air susu (uterin milk) sebagai makanan embrio.
Enam hari setelah fertilisasi, trofoblas menempel pada dinding uterus (melakukan implantasi) dan melepaskan hormon korionik gonadotropin. Hormon ini melindungi kehamilan dengan cara menstrimulasi produksi hormon estrogen dan progesteron sehingga mencegah terjadinya menstruasi. Trofoblas kemudian menebal beberapa lapis, permukaannya berjonjot dengan tujuan memperluas daerah penyerapan makanan. Embrio telah kuat menempel setelah hari ke-12 dari fertilisasi.
1. Jenis-Jenis Fertilisasi
            Fertilisasi pada hewan dapat dibedakan menjadi dua macam, adalah sebagai berikut :
a)      Fertilisasi eksternal (khas pada hewan-hewan akuatik): gamet-gametnya dikeluarkan dari dalam tubuhnya sebelum fertilisasi.
b)      Fertilisasi internal (khas untuk adaptasi dengan kehidupan di darat): sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi betina yang kemudian disusul dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur itu membentuk membran fertilisasi untuk merintangi pemasukan sperma lebih lanjut. Kadang-kadang sperma itu diperlukan hanya untuk mengaktivasi telur.
B. Proses Fertilisasi
Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim, masuk ke dalam tuba. Gerakan ini mungkin dipengaruhi juga oleh peranan kontaksi miometrium dan dinding tuba yang juga terjadi saat sanggama. Ovum yang dikeluarkan oleh ovarium, ditangkap oleh fimbrae dengan umbai pada ujung proksimalnya dan dibawa ke dalam tuba falopii. Ovum yang dikelilingi oleh perivitelina, diselubungi oleh bahan opak setebal 5–10 μm, yang disebut zona pelusida. Sekali ovum sudah dikeluarkan, folikel akan mengempis dan berubah menjadi kuning, membentuk korpus luteum. Sekarang ovum siap dibuahi apabila sperma mencapainya.
Dari 60 – 100 juta sperma yang diejakulasikan ke dalam vagina pada saat ovulasi, beberapa juta berhasil menerobos saluran heliks di dalam mukus serviks dan mencapai rongga uterus beberapa ratus sperma dapat melewati pintu masuk tuba falopii yang sempit dan beberapa diantaranya dapat bertahan hidup sampai mencapai ovum di ujung fimbrae tuba fallopii. Hal ini disebabkan karena selama beberapa jam, protein plasma dan likoprotein yang berada dalam cairan mani diluruhkan. Reaksi ini disebut reaksi kapasitasi. Setelah reaksi kapasitasi, sperma mengalami reaksi akrosom, terjadi setelah sperma dekat dengan oosit.
Sel sperma yang telah menjalani kapasitasi akan terpengaruh oleh zat – zat dari korona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan korona radiata. Pada saat ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan korona radiata, trypsine – like agent dan lysine – zone yang dapat melarutkan dan membantu sperma melewati zona pelusida untuk mencapai ovum
  
Gambar Fertilisasi 1

gambar fertilisasi

Gambar Fertilisasi 2

Pada saat sperma mencapai oosit, pada sel telur dan spermatozoa terjadi beberapa aktifitas yaitu :
1. Reaksi zona / reaksi kortikal pada selaput zona pelusida
2. Oosit menyelesaikan pembelahan miosis keduanya, menghasilkan oosit definitif       yang kemudian menjadi pronukleus betina
3. Inti sperma membesar membentuk pronukleus
4. Ekor sel sperma terlepas dan berdegenerasi.
5. Pronukleus jantan dan betinan. Masing – masing haploid, bersatu dan membentuk zygot yang memiliki jumlah DNA genap / diploid.
Aktifitas gamet baik jantan maupun betina pada saat terjadi fertilisasi pada tuba fallopi.
1. Ovum :
Sel gamet betina ini menghasilkan gynamon suatu zat yang terdiri dari :
a) Fertilizin, Zat ini berfungsi untuk :
1)        Mengaktifkan sperma untuk bergerak.
2)        Menarik sperma sebagai positf kemotaksis.
3)        Mengaglutinasi sperma supaya sperma berkumpul disekeliling ovum.
b) Zat penelur
1)        Berfungsi untuk merangsang jantan agar mengeluarkan spermanya. Zat ini hanya     ada pada hewan yang melakukan fertilisasi eksternal.
2. Sperma
Sel gamet ini menghasilkan androgamon yang terdiri dari :
a.    Hyaluronidase :
            Enzim ini dihasilkan dari acrosom, yang berfungsi untuk melepaskan sel – sel folikel corona radiata sehingga telur jadi terbuka sehingga sperma mudah menembus zona pelucida
b.    Antifertilizin
            Enzim ini bereaksi terhadap enzim fertilizing dari sel ovum, sehingga sperma dapat menempel pada ovum. Zat ini juga besifat mencegah sperma lain masuk ke ovum.
c.    Zat penelur
            Zat ini berfungsi merangsang betina agar mengeluarkan telur-telurnya. Zat ini hanya ada pada hewan yang melakukan fertilisasi eksternal.
Setelah terjadi fertilisasi maka zigot akan melewati tuba fallopi untuk menuju tempat implantasi pada uterus.
gambar fertilsasi 4
Gambar perjalan zigot



C. Hanya Satu Sperma Yang Membuahi Sel Telur
            Hanya satu sperma yang memiliki kemampuan untuk membuahi, karena sperma tersebut memiliki konsentrasi DNA yang tinggi di nukleusnya, dan kaputnya lebih mudah menembus karena diduga dapat melepaskan hialuronidase. Sekali sebuah spermatozoa menyentuh zona pelusida, terjadi perlekatan yang kuat dan penembusan yang sangat cepat. Setelah itu terjadi reaksi khusus di zona pelusida (zone reaction) yang bertujuan mencegah terjadinya penembusan lagi oleh sperma lainnya. Dengan demikian, sangat jarang sekali terjadi penembusan zona oleh lebih dari satu sperma.
penetrasi2
            Beberapa skema dan mekanisme yang akan menghambat sel sperma yang lain untuk masuk ke ovum setelah terjadi penembusan oleh salah satu sperma yang masuk ke dalam ovum.. Seperti yang diketahui, ada beberapa lapisan pada yang harus ditembus oleh sperma untuk dapat membuahi ovum tersebut, antara lain korona radiata, zona fellucida, membran vitellina.
Dari 200 - 300 juta sperma yang masuk ketika kopulasi, hanya 300 - 500 sperma yang dapat mencapai tempat pembuahan. Dari sekian banyak sperma yang ada, normalnya hanya ada 1 sperma yang akan membuahi ovum. Lapisan korona radiata akan ditembus oleh salah satu sperma dengan bantuan / dorongan sperma yang lain. Jadi, sperma yang paling kuat akan menembus lapisan ini sambil dibantu oleh sperma yang lain dari belakang.
Setelah itu, sperma akan menembus zona fellucida. Setelah menembus lapisan ini, sperma tadi akan mengeluarkan enzim neuraminidase yang akan mencegah sperma lain untuk masuk ke dalam ovum (polispremia). Akibatnya selaput plasma ovum akan menjadi lebih rapat dan menyatu satu sama lain. Dengan begitu, sperma lain tidak bisa masuk ke dalam ovum. Reaksi ini disebut "reaksi-zona".
            Setelah itu, lapisan berikutnya yang ditembus adalah membran vitellina di dalam lapisan ini juga terdapat mekanisme pencegahan polispermia. Reaksi ini disebut dengan "reaksi cortical". Dalam reaksi ini, beberapa membran yang ada di dalam ovum akan bergabung menjadi satu sehingga akan membuat struktur membran menjadi lebih rapat dan semakin sulit ditembus sperma lain yang ingin. masuk. Dengan begitu sperma lain tidak dapat masuk lagi ke dalam ovum.
Ada kalanya sewaktu - waktu, mekanisme - mekanisme ini gagal untuk mencegah polispermia sehingga dapat terjadi bayi kembar.

D. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Fertilisasi
Faktor-faktor penyebab kegagalan fertilisasi pada hewan ataupun manusia adalah sebagai berikut:
1. Pada Jantan
Sperma Yang Abnormal Sperma yang mempunyai bentuk abnormal menyebabkan kehilangan kemampuan untuk membuahi sel telur di dalam tuba falopii. Kasus kegagalan proses pembuahan karena sperma yang bentuknya abnormal mencapai 24-39% pada sapi induk yang menderita kawin berulang dan 12-13% pada sapi dara yang menderita kawin berulan.
2. Pada Betina
a. Kelainan Anatomi Saluran Reproduksi
kelainan anatomi dapat bersifat genetik dan non genetik. Kelainan anatomi saluran reproduksi ini ada yang mudah diketahui secara klinis dan ada yang sulit diketahui, yaitu seperti : Tersumbatnya tuba falopii Adanya adhesi antara ovarium dengan bursa ovarium Lingkungan dalam uterus yang kurang baik Fungsi yang menurun dari saluran reproduksi. Meskipun kegagalan pembuahan terjadi pada hewan betina namun faktor penyebab juga terjadi pada hewan jantan atau dapat disebabkan karena faktor manajemen yang kurang baik.
b. Kelainan Ovulasi
Kelainan ovulasi dapat menyebabkan kegagalan pembuahan sehingga akan menghasilkan sel telur yang belum cukup dewasa sehingga tidak mampu dibuahi oleh sperma dan menghasilkan embrio yang tidak sempurna. Kelainan ovulasi dapat disebabkan oleh kegagalan ovulasi karena adanya gangguan hormon dimana karena kekurangan atau kegagalan pelepasan LH. Kegagalan ovulasi dapat disebabkan oleh endokrin yang tidak berfungsi sehingga mengakibatkan perkembangan kista folikuler.
Ovulasi yang tertunda (delayed ovulation). Normalnya ovulasi terjadi 12 jam setelah estrus. Ovulasi tidak sempurna biasanya berhubungan dengan musim dan nutrisi yang jelek. Ovulasi ganda adalah ovulasi dengan dua atau lebih sel telur. Pada hewan monopara seperti sapi, kerbau, kasusnya mencapai 13,19% .
d.   Sel Telur Yang Abnormal
Beberapa tipe morfologi dan abnormalitas fungsi telah teramati dalam sel telur yang tidak subur seperti; sel telur raksasa, sel telur berbentuk lonjong (oval), sel telur berbentuk seperti kacang dan zona pellucida yang ruptur. Kesuburan yang menurun pada induk-induk sapi tua mungkin berhubungan dengan kelainan ovum, ovum yang sudah lama diovulasikan menyebabkan kegagalan fertilisasi.
3. Kesalahan Manajemen Reproduksi
            Kurang telitinya dalam deteksi birahi sehingga terjadi kesalahan waktu untuk diadakan inseminasi buatan. Deteksi birahi yang tidak tepat menjadi penyebab utama kawin berulang, karena itu program deteksi birahi harus selalu dievaluasi secara menyeluruh. Saat deteksi birahi salah, birahi yang terjadi akan kecil kemungkinan terobservasi dan lebih banyak sapi betina diinseminasi berdasarkan tanda bukan birahi, hal ini menyebabkan timing inseminasi tidak akurat sehingga akan engalami kegagalan pembuahan. Penyebab kawin berulang meliputi kualitas sperma yang tidak baik dan teknik inseminasi yang tidak tepat. Sapi betina yang mengalami metritis, endometritis, cervitis dan vaginitis dapat menjadi penyebab kawin berulang pada sapi. Manajemen pakan dan sanitasi kandang yang tidak baik. Kesalahan dalam memperlakukan sperma, khususnya perlakuan pada semen beku yang kurang benar, pengenceran yang kurang tepat, proses pembekuan sperma, penyimpanan dan thawing yang kurang baik. Faktor manajemen lain seperti pemelihara atau pemilik ternak hendaknya ahli dalam bidang kesehatan reproduksi.

KESIMPULAN
Fertilisasi adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami).
Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim, masuk ke dalam tuba. Gerakan ini mungkin dipengaruhi juga oleh peranan kontaksi miometrium dan dinding tuba yang juga terjadi saat sanggama. Ovum yang dikeluarkan oleh ovarium, ditangkap oleh fimbrae dengan umbai pada ujung proksimalnya dan dibawa ke dalam tuba falopii, ketika spermatozoa bertemu ovum terjadilah fertilisasi.
Hanya satu sperma yang memiliki kemampuan untuk membuahi, karena sperma tersebut memiliki konsentrasi DNA yang tinggi di nukleusnya, dan kaputnya lebih mudah menembus karena diduga dapat melepaskan hialuronidase
            Faktor-faktor penyebab kegagalan fertilisasi pada hewan ataupun manusia adalah Kelainan Anatomi Saluran Reproduksi, Kelainan Ovulasi, Sel Telur Yang Abnormal, Sperma Yang Abnormal, Kesalahan Pengelolaan Reproduksi, dan lain-lain.

Pakan Ternak Berbasis Agribisnis

PAKAN TERNAK SAPI PERAH BERBASIS
AGRIBISNIS


OLEH

ALIEF ASHAR
I 311 07 022





FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011





PAKAN TERNAK SAPI PERAH BERBASIS
AGRIBISNIS


OLEH:



ALIEF ASHAR
I 311 07 022


Makalah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah
Seminar Studi Pustaka Pada Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar







FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Makalah             :  Pakan Ternak Sapi Perah Berbasis Agribisnis
Nama                    :   Alief Ashar
Stambuk               :   I 311 07 022
Jurusan                 :   Sosial Ekonomi Peternakan
 Jadwal                 :    29 April 2011

Makalah Seminar Studi Pustaka
Telah Diperiksa Dan Disetujui Oleh :

Panitia Seminar Studi Pustaka                                                                     Pembimbing


Kasmiyati Kasim, S.Pt, M.Si                                                   Kasmiyati Kasim, S.Pt, M.Si
Nip : 132 318 039                                                                      Nip : 19730719 200604 2 
                     
Mengetahui :
Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan


                 Dr.Sitti Nurani Sirajuddin, S.Pt, M.Si
                                                  Nip : 19710421 199702 2 002

Tanggal Pengesahan :               2011
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................          i
HALAMAN JUDUL ....................................................................................          ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................         iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................         iv
DAFTAR ISI ................................................................................................         v
PENDAHULUAN ........................................................................................         1
PERMASALAHAN .....................................................................................         3
PEMBAHASAN
A.    Tinjauan Umum Tentang Agribisnis .................................................................        4
B.     Pakan Ternak Sapi Perah..............................................................................         7
C.     Pengembangan Agribisnis Pakan Ternak Sapi Perah.......................................       15
KESIMPULAN DAN SARAN
      Kesimpulan ..............................................................................................      18
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
    Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal dan hidup di pedesaan yang umumnya hidup dan berusaha di bidang pertanian, setiap petani memelihara tanaman dan hewan guna mendapatkan hasil yang bermanfaat.  Agribisnis pada mulanya diartikan secara sempit, yaitu menyangkut subsektor masukan (input) dan subsektor produksi. Pada perkembangan selanjutnya agribisnis didefinisikan secara luas dan tidak hanya menyangkut subsektor masukan dan produksi tetapi juga menyangkut subsektor pascaproduksi, meliputi pemprosesan, penyebaran, dan penjualan produk. Dengan demikian agribisnis peternakan merupakan kegiatan usaha yang terkait dengan subsektor peternakan, mulai dari penyediaan sarana produksi, proses produksi (budidaya), penanganan pasca panen, pengolahan, sampai pemasaran produk ke konsumen.
Agribisnis merupakan suatu sektor ekonomi modern dan besar dari pertanian primer yang mencakup paling sedikit empat subsistem, yaitu Subsistem agribisnis hulu, Subsistem usahatani, Subsistem agribisnis hilir dan Subsistem jasa layanan pendukung.
Sapi perah merupakan hewan ternak yang menghasilkan susu sebagai produk utamanya. Susu dan produk olahannya adalah bahan pangan untuk konsumsi manusia. Kebutuhan akan susu terus semakin meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, tingkat pendapatan, dan selera masyarakat. Tetapi kualitas susu harus tetap dipertanyakan seiring dengan meningkatnya permintaan susu. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu. Salah satunya adalah  pakan ternak.
    Pakan Ternak merupakan segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak (baik berupa bahan organik maupun non organik) yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna oleh ternak tanpa mengganggu kesehatan ternak.
Salah satu faktor yang menentukan  suksesnya usaha peternakan sapi perah ialah pemberian pakan ternak. Sebab sapi yang berproduksi tinggipun, apabila mereka tidak mendapatkan pakan ternak  yang baik dan cukup, juga tak akan menghasilkan susu sebagaimana mestinya. Dari pemaparan diatas maka di buatlah makalah yang berjudul Pakan Ternak Sapi Perah Berbasis Agribisnis.

                                                                  PERMASALAHAN
Masalah yang dapat dirumuskan dalam makalah ini adalah “Bagaimana Pakan Ternak Sapi Perah Berbasis Agribisnis

                                                                      PEMBAHASAN

A.    Tinjauan Umum Tentang Agribisnis
Pendekatan untuk memahami pengertian agribisnis dapat dilakukan dengan menelusuri asal kata agribisnis itu sendiri. Agribisnis berasal dari kata agri dan bisnis. Agri berasal dari bahasa Inggris, agricultural (pertanian). Bisnis berarti usaha komersial dalam dunia perdagangan (Soekartawi, 1993).
Agribisnis pada mulanya diartikan secara sempit, yaitu menyangkut subsektor masukan (input) dan subsektor produksi (on farm). Pada perkembangan selanjutnya agribisnis didefinisikan secara luas dan tidak hanya menyangkut subsektor masukan dan produksi tetapi juga menyangkut subsektor pascaproduksi, meliputi pemrosesan, penyebaran, dan penjualan produk. Dengan demikian agribisnis peternakan merupakan kegiatan usaha yang terkait dengan subsektor peternakan, mulai dari penyediaan sarana produksi, proses produksi (budidaya), penanganan pasca panen, pengolahan, sampai pemasaran produk ke konsumen (Miranti, 2001).
Menurut Firdaus (1985), yang dimaksud dengan agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.
            Agribisnis merupakan suatu sektor ekonomi modern dan besar dari pertanian primer yang mencakup paling sedikit empat subsistem, yaitu (Saragih, 1998) :
 (1) Subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, benih atau bibit, alat dan mesin pertanian, dan lain sebagainya.
 (2) Subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang dimasa lalu disebut sistem pertanian primer;
(3)  Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak atau siap saji (ready to cook/ready to used) atau siap untuk dikonsumsi (ready to eat) beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional;
(4) Subsistem jasa layanan pendukung seperti perkereditan, asuransi, transportasi, pergudangan, penyuluhan, kebijakan pemerintah, dan lain-lain.Keempat subsistem tersebut saling terkait dan saling menentukan. Subsistem usahatani memerlukan input dari subsistem agribisnis hulu. Sebaliknya subsistem agribisnis hulu memerlukan subsistem usahatani sebagai pasar produknya. Subsistem agribisnis hilir memerlukan bahan baku untuk diolah dan diperdagangkan dari subsistem usahatani. Ketiga subsistem di atas memerlukan subsistem jasa layanan pendukung untuk memperlancar aktivitasnya. Dalam subsektor peternakan, subsistem hulu meliputi industri bibit ternak, pakan ternak, obat-obatan dan vaksin ternak, serta alat-alat dan mesin peternakan (alsinnak).
Berdasarkan jenis outputnya, subsistem usahatani dapat digolongkan menjadi usaha ternak perah, usaha ternak potong/pedaging, usaha ayam petelur, dan lain-lain. Subsistem agribisnis hilir meliputi usaha pemotongan hewan, industry susu, industry pengalengan daging, industri telur asin, industri kulit, restaurant dan lain sebagainya. Subsistem institusi penunjang meliputi lembaga penelitian pemerintah, penyuluhan, lembaga keuangan, kesehatan hewan dan lain-lain (Siragih, 1998).
Di dalam sistem agribisnis peternakan, subsistem agribisnis hulu dan hilir lebih banyak memperoleh nilai tambah dibandingkan dengan subsistem budidaya (usahatani). Bandingkan pendapatan peternak sapi perah dengan pabrik pengolahan susu, peternak sapi potong dengan pabrik pengolahan sosis atau perusahaan pengalengan daging, peternak itik dengan perusahaan telur asin, dan seterusnya.  Namun subsistem budidaya merupakan subsistem utama karena produk-produk peternakan yang digunakan oleh konsumen pada dasarnya dihasilkan oleh subsistem ini dan tanpa subsistem ini tidak mungkin ada subsistem agribisnis hulu dan hilir. (Yudhi, 2003).
 
B.    Pakan Ternak Sapi Perah
Pakan untuk ternak, terutama untuk ternak Sapi yang sehat memerlukan jumlah pakan yang cukup dan berkualitas. Nutrisi yang terkandung dalam pakan ternak merupakan unsur penting untuk menjamin kesehatan sapi, pertumbuhan badan yang optimal dan kesehatan reproduksi. Sapi muda memerlukan jumlah pakan yang terus meningkat sampai dicapai pertumbuhan badan yang maksimal. Sapi yang sedang bunting memerlukan pakan dengan kandungan nutrisi yang lebih baik untuk pertumbuhan fetus. Pakan hijauan kaya akan berbagai nutrisi yang diperlukan seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Disamping itu, sapi memerlukan ketersediaan serat kasar yang cukup (Stefani, 2011).
Pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan berproduksi sapi perah. Pakan sapi perah terdiri dari hijauan dan konsentrat, pada umumnya hijauan pakan diberikan dalam bentuk limbah pertanian dan rumput lapangan yang kualitasnya rendah. Oleh karena itu, konsentrat yang diberikan harus berkualitas (Siregar, 1996). Sedangkan menurut Anonim (2009), pakan adalah makanan/asupan yang diberikan kepada hewan ternak (peliharaan). Istilah ini diadopsi dari bahasa Jawa. Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan dan kehidupan makhlukh hidup. Zat yang terpenting dalam pakan adalah protein. Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang
Salah satu faktor yang menentukan suksesnya usaha peternakan sapi perah ialah pemberian pakan ternak. Pakan Ternak merupakan segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak (baik berupa bahan organik maupun non organik) yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna oleh ternak tanpa mengganggu kesehatan ternak.  Apabila mereka tidak mendapatkan pakan ternak  yang baik dan cukup, juga tak akan menghasilkan susu sebagaimana mestinya (Anonim, 2005).
Bagi semua mahluk hidup, pakan mempunyai peranan sangat penting sebagai sumber energi untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Selain itu, pakan juga dapat digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menghasilkan warna dan rasa tertentu. Fungsi lainnya diantaranya yaitu sebagai pengobatan, reproduksi, perbaikan metabolisme lemak dll. Namun pemberian pakan berlebih dapat membuat hewan peliharaan menjadi rentan terhadap penyakit, produktifitasnya pun akan menurun (Anonim, 2009).
Kebiasaan peternak sapi perah di Indonesia adalah pemberian hijauan pada ternak dengan sistem cut and carry. Artinya, para peternak mencari dan mengumpulkan hijauan hari ini untuk kebutuhan sapi perah esok harinya. Kebutuhan hijauan untuk sapi perah dalam bentuk segar adalah 10% dari bobot tubuhnya. Misalnya, jika bobot badan sapi perah sebesar 400 kg, maka hijauan yang diberikan minimal 40 kg/hari/perekor (Firman, 2010).
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB (Anonim, 2010).
Hijauan pakan ternak memegang peranan penting dalam usaha budidaya sapi perah, hal tersebut antara lain karena sapi perah merupakan ternak ruminansia sesuai dengan sifat fisiologis sapi yang memiliki perut ganda (Anonim, 2005).
Adapun Jenis pakan menurut Stefani (2011) yaitu :
 (1) pakan kasar; merupakan pakan yang kadar nutrisinya rendah, yakni kandungan nutrisi pakan tidak sebanding dengan jumlah fisik volume pakan tersebut. Misalnya rumput alam, jerami, batang jagung, pucuk daun singkong, dll. Sapi sangat membutuhkan pencernaan untuk bekerja secara baik, membuat rasa kenyang dan mendorong kelancaran getah kelenjar pencernaan ke luar. Rumput yang sudah menua kandungan nutrisinya telah menurun.
 (2) pakan penguat; merupakan pakan yang mengandung nutrisi tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah. Pakan konsentrat meliputi bahan pakan yang terdiri dari biji-bijian, jagung giling, tepung kedelai, dedak, dll. Peranan pakan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat
Salah satu kendala yang di hadapi dalam penyediaan hijauan pakan ternak adalah ketersediaan sumber pakan yang memiliki kandungan protein tinggi dan dapat diproduksi secara masal dan produksi yang dihasilkan per satuan luas tinggi serta tidak memerlukan perawatan yang rumit. Kondisi tersebut antara lain karena kondisi iklim di daerah tropis yang cenderung merangsang tanaman untuk menghasilkan energy di banding dengan menghasilkan protein. Intensitas penyinaran yang tinggi akan mempengaruhi usia generative tanaman menjadi lebih pendek yang berakibat pada kandungan serat kasar yang meningkat sedangkan kandungan protein dari tanaman menurun (Siragih, 1998).
Menurut Anonim (2009), pada industri peternakan masa kini, pakan yang diberikan biasanya berupa campuran dari bahan alami dan bahan buatan (komposisi) yang telah ditingkatkan kandungan gizinya. Salah satunya yaitu yang berasal dari limbah perkebunan. Kadang-kadang pada pakan ditambahkan pula hormon dan vitamin tertentu untuk memacu pertumbuhan ternak dan membebaskannya dari stress
Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum). Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari (Siregar, 1994).
Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari. Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Penggembalaan harus juga dilakukan pada awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya (Anonim, 2010).
Menurut  Anonim(2010), Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a)    sistem penggembalaan (pasture fattening)
b)    kereman (dry lot fattening)
c).    kombinasi cara pertama dan kedua.
Komponen yang harus diperhatika peternak sapi perah untuk mengoptimalkan usahanya yaitu (Anonim, 2010) : 
    Harga  Susu
Biasanya   harga   susu   berbanding    lurus   dengan    jumlah   bakteria  yang terkandung  dalam  susu.  Dengan   menjaga   kebersihan  selama  proses   dan menurunkan   jumlah   bakteri  terkandung  akan  dapat mengangkat harga jual susu.  Harga   tersebut   tergantung   pada   standar   penerimaan   dan   standar kualitas   dari   perusahaan  pengolahan  susu.  Pada   saat   harga  susu  tinggi, peternak  harus  dapat  memaksimalkan  segala  kemungkinan  yang ada untuk memperbaiki produksi  dan  meningkatkan  pendapatan.  Pada  saat harga susu rendah, usahakan untuk mengurangi biaya produksi.
    Biaya Produksi
Besar   biaya  produksi  sangat  bervariasi,  biasanya   dipengaruhi  oleh  besar peternakan  dan   tingkat   efisiensi  kerja.  Total  biaya  produksi  terdiri   dari biaya  operasi  dan   biaya overhead. Biaya operasi biasanya terdiri dari pakan, pemeliharaan   kandang   &  peralatan,  pemasaran,   bahan  bakar,  listrik  dan perbaikan.  Yang  termasuk  dalam   biaya  overhead adalah semua biaya tetap yang harus dikeluarkan.
    Volume Susu
Keuntungan   sangat   dipengaruhi   oleh   volume  susu  yang   dijual. Bahkan dengan  harga  susu  yang tertinggi pun, keuntungan yang maksimal baru akan didapat bila produksi susu dapat mencapai yang tertinggi yang mungkin untuk
diproduksi.  Kuncinya  adalah mengupayakan agar rataan produksi susu setiap ekor  sapi  dapat  ditingkatkan. Dengan demikian dapat meningkatkan volume penjualan susu.
Menurut Anonim (2010) mengatakan bahwa, Untuk dapat mencapai keuntungan yang optimal dari setiap ekor sapi adalah dengan cara mengoptimalkan pemberian pakan yang mengandung nutrisi yang cukup. Cara ini berbeda dengan cara yang biasa dipakai, yaitu ‘ Memaksimalkan Pakan Yang Dimakan Sapi’. Bila hanya memaksimalkan jumlah pakan yang dimakan tanpa memperhatikan nutrisi yang terkandung pakan, maka pakan tersebut tidak akan memberikan pengaruh yang besar pada sapi dan susu yang dihasilkan. Hanya membuat sapi kenyang.  Agar didapat keuntungan yang maksimal, perhatikan ‘Harga Susu, Biaya Produksi dan Volume Susu’. Bila ketiga hal tersebut diperhatikan dengan baik, maka usaha ternak sapi perah akan berkembang dan menguntungkan.
Empat hal yang harus diperhatikan pemberian pakan sapi perah yaitu Tawaf (2010) :
1.ketersediaan bahan harus kontinyu,
2.palatabilitas (tingkat kesukaan sapi)
3.harga pakan
4.produksi susu yang dihasilkan yaitu sapi yang berproduksi tinggi harus diberikan pakan sesuai dengan kebutuhannya.
   

Menurut Tawaf (2010) bahwa, dalam menyusun pakan sapi perah harus memperhatikan :
1.    Nilai gizi bahan pakan. Diperkirakan dan digambarkan dari jumlah zat pakan yang terkandung dalam setiap massa pakan yang biasanya diketahui dalam bentuk perkilogram bahan kering (dry matter).
2.    Kebutuhan zat gizi ternak. Diperkirakan dalam jumlah zat pakan yang akan dipergunakan untuk pokok hidup (maintenance), tumbuh, bunting, dan produksi susu (karena energi protein, mineral serta vitamin juga terkandung dalam air susu).
3.    Perbandingan formulasi. Perbandingan bahan pakan sehingga diperoleh komposisi zat pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak.
4.    Kemungkinan terjadinya gangguan metabolisme akibat pembe¬rian pakan tersebut.
5.    Kecernaan pakan. Tingkat kecernaan suatu bahan pakan harus dipertimbangkan, demikian juga tingkat degradasi zat pakan (terutama protein) oleh mikroba rumen



C.    Pengembangan Agribisnis Pakan Ternak Sapi Perah
Agribisnis pakan ternak khususnya pakan hijauan, merupakan salah satu komoditas andalan petani di daerah peternakan, memerlukan budidaya yang baik untuk meningkatkan produksinya. Produksi yang tinggi  perlu ditunjang  sistem  pemasaran yang efisien agar diperoleh pendapatan yang optimal. Karena hijauan bersifat mudah rusak, diperlukan pula penanganan pasca panen yang baik, sebelum sampai pada konsumen. Dengan demikian,   penanganan yang baik dari budidaya, produksi, pemanenan, penanganan pasca panen (pengolahan), dan pemasaran harus merupakan satu kesatuan manajemen, agar agribisnis pakan ternak tersebut dapat berhasil (Lestari, 2002).
Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan ratarata produksi susu sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansi instansi lain yang berkompeten (Ismed, 1986).
Ternak sapi perah harus diberi pakan secara teratur, agar produktivitas  susunya tak terhenti, bahkan meningkat. Sehingga jika produksi susunya banyak memberikan keuntungan bagi peternak.  Karena susu tersebut dapat di pasarkan secara  langsung ke konsumen  setelah dimasak dan sisanya dapat dijual ke industry (Diharjo, 2010).
Untuk dapat mencapai keuntungan yang optimal dari setiap ekor sapi adalah dengan cara mengoptimalkan pemberian pakan yang mengandung nutrisi yang cukup. Cara ini berbeda dengan cara yang biasa dipakai, yaitu ‘ Memaksimalkan Pakan Yang Dimakan Sapi’. Bila hanya memaksimalkan jumlah pakan yang dimakan tanpa memperhatikan nutrisi yang terkandung pakan, maka pakan tersebut tidak akan memberikan pengaruh yang besar pada sapi dan susu yang dihasilkan, hanya membuat sapi kenyang (Anonim, 2010)
Keuntungan   sangat   dipengaruhi   oleh   volume  susu  yang   dijual. Bahkan dengan  harga  susu  yang tertinggi pun, keuntungan yang maksimal baru akan didapat bila produksi susu dapat mencapai yang tertinggi yang mungkin untuk diproduksi.  Kuncinya  adalah mengupayakan agar rataan produksi susu setiap ekor  sapi  dapat  ditingkatkan. Dengan demikian dapat meningkatkan volume penjualan susu (Anonim, 2010).
Pada musim kemarau jumlah hijauan menjadi kurang dan sebaliknya pada musim hujan melimpah sehingga ketersediaan tidak kontinyu sepanjang tahun. Untuk itu  hijauan pakan ternak perlu mengalami proses pengolahan teknologi pakan dalam bentuk hay dan silase, salah satu contoh yaitu jerami jagung (jasmal, 2006).
Menurut Anonim (2011) yang menyatakan bahwa, pemanfaatan hasil ikutan tanaman jagung berupa batang dan daun yang masih muda, dikenal sebagai jerami jagung dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Selain diberikan pada ternak sebagai hijauan segar, jerami jagung juga dapat diberikan sebagai hijauan pakan ternak yang mengalami proses pengolahan teknologi pakan dalam bentuk hay dan silase.
KESIMPULAN
    Agribisnis merupakan suatu sektor ekonomi modern dan besar dari pertanian primer yang mencakup paling sedikit empat subsistem, yaitu Subsistem agribisnis hulu, Subsistem usahatani, Subsistem agribisnis hilir dan Subsistem jasa layanan pendukung.
    Sapi perah merupakan hewan ternak yang menghasilkan susu sebagai produk utamanya. Susu dan produk olahannya adalah bahan pangan untuk konsumsi manusia. Kebutuhan akan susu terus semakin meningkat seiring dengan perkembangan jumlah penduduk, tingkat pendapatan, dan selera masyarakat. Tetapi kualitas susu harus tetap dipertanyakan seiring dengan meningkatnya permintaan susu. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu. Salah satunya adalah  pakan ternak.
    Pakan Ternak merupakan segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak (baik berupa bahan organik maupun non organik) yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna oleh ternak tanpa mengganggu kesehatan ternak.
    Agribisnis pakan ternak khususnya pakan hijauan, merupakan salah satu komoditas andalan petani di daerah peternakan, memerlukan budidaya yang baik untuk meningkatkan produksinya. Produksi yang tinggi  perlu ditunjang  sistem  pemasaran yang efisien agar diperoleh pendapatan yang optimal. Karena hijauan bersifat mudah rusak, diperlukan pula penanganan pasca panen yang baik, sebelum sampai pada konsumen.


                                                                DAFTAR PUSTAKA 

Anonim, 2005. Komponen Penting agar Usaha Sapi Perah Menguntungkan. http:// saungsapi/3-komponen-penting-agar-usaha-sapi-perah menguntungkan.html. Diakses 29 Maret 2011.
Anonim. 2009. Budidaya dan Pengembangan Ternak. Dinas Peternakan. Jawa Timur Indonesia
Anonim, 2010. http://bumipertiwiextrem.blogspot.com/2010/12/beternak-sapi-perah.html. Diakses 31 Maret 2011.
Anonim. 2011. Pakan Ternak Sapi Perah. http://id.wikipedia.org/wiki/pakan-ternak-  sapi-perah/. Diakses 29 Maret 2011.
Bungaran Siragih, 1998. Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Penerbit Yayasan Persada Indonesia, Bogor.
Diharjo. 2010. Mesin Pencampur Pakan Basah Sapi Perah. http://www.bahankuliah.info/mesin-pencampur-pakan-basah-sapi-perah-untuk-peternak-menengah-ke-....html. Diakses 31 maret 2011.
Firman, 2010. Manajemen Peternakan Sapi Perah. http://manajemen-peternakan-sapi-perah-pada-peternakan-rakyat/. Diakses 2 April 2011.
Ismed, 1986. Usaha Pembudidayaan Sapi Perah. http://docstoc.com/usaha-pembudidayaan-Sapi-Perah/. Diakses 31 Maret 2011.
Jasmal A Syamsu, Dr.Ir.M.Si, 2006. Ketersediaan Jerami Jagung Sebagai Sumber Pakan Ternak Ruminansia di Sulawesi Selatan
Lestari, 2002. Agribisnis Pakan Ternak. http://bataviase.co.id/node/507398/ agribisnis-pakan-ternak/. Diakses 2 April 2011.
Malaka. 2007. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu. Abdi Agung. Makassar.
Muhammad, Firdaus. 1985. Manajemen Agribisnis. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Miranti, 2001. Tata Laksana Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah. http://www.vet-indo.com/Berita-Umum/Tata-Laksana-Manajemen-Pemeliharaan-Sapi-Perah.html. Diakses 27 Maret 2011.
Rochadi Tawaf 2010. Ransum dan Bahan Pakan Ternak. http://edufarming-dunia sapi.com/ransum dan bahan pakanternak sapi/.  Diakses 27 Maret 2011.
Siregar, 1994. Beternak sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Crossbreeding System

CROSSBREEDING SYSTEM
                                                
                                                   NAMA              : ALIEF  ASHAR
                                                   NIM                  : I 311 07 022
      JURUSAN        : Sosial Ekonomi Peternakan



FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
  



CROSSBREEDING SYSTEM
Sebelumnya akan dipaparkan sedikit mengenai apa yang dimaksud dengan Crossbreeding. Crossbreeding adalah sebuah sistem perkawinan/ persilangan antar ternak yang berbeda bangsa. Seperti contohnya, persilangan antar bangsa sapi brahman  dengan  bangsa  sapi  angus,  yang  kemudian  menghasilkan  progeny/ keturunan bangsa sapi baru yakni Brangus. Keuntungan dari crossbreeding ini adalah dapat meningkatkan Heterosis atau Hybrid vigor serta Breed Complementary.
Dalam Crossbreeding terdapat 4 macam sistem, yakni :
1. Sistem Terminal (Terminal System)
2. Sistem Rotasi (Rotational System)
3. Sistem Kombinasi (Rotaterminal System)
4. Sistem Komposit (Composite System)
Berikut adalah penjelasan mengenai keempat sistem dari crossbreeding :
1.      Sistem Terminal (Terminal System)
Sistem ini merupakan salah satu sistem dari crossbreeding, yang dimana dalam sistem ini menggunakan 2 breed/ bangsa yang berbeda. Dalam sistem terminal ini, semua anak sapi hasil persilangan dijual dan betina pengganti (female replacements) diambil dari betina di luar kelompok. Betina yang dipilih sebagai induk yakni betina yang telah melewati seleksi sehingga didapatkan betina yang baik, tingkat produksi susu serta mothering ability yang baik. Sedangkan untuk jantan, tingkat pertumbuhan serta karakteristik karkas yang baik adalah merupakan hal yang sangat penting (Anonim, 2009).
Adapun keuntungan yang diperoleh dengan adanya sistem ini adalah memungkinkan untuk meningkatkan heterosis progeny sebesar 100% selain itu juga dapat meningkatkan breed complementary      (Frahm, R).
Selain itu, kekurangan yang didapat dari sistem ini yakni diperlukan ladang pengembalaan (pasture) yang memenuhi syarat baik kuantitas maupun kualitas, karena mengingat dalam sistem ini yang terlibat adalah 2 kelompok ternak sapi yang saling berbeda bangsa sehingga dimungkinkan juga berbeda dalam mengkonsumsi pakan/ hijauan (Frahm, R).
2.      Sistem Rotasi (Rotational System)
Dalam sistem ini diperlukan 2 atau 3 bangsa ternak yang berbeda. Secara umum terdapat dua macam sistem rotasi, yakni sistem rotasi 2 bangsa (Two-Breed Rotational Breed) dan sistem rotasi 3 bangsa (Three-Breed Rotational Breed). Namun, sistem yang banyak digunakan adalah sistem rotasi dengan menggunakan 3 bangsa ternak yang berbeda. Sedikit pemaparan mengenai sistem rotasi 2 bangsa, yakni ♀ dari breed A disilangkan dengan ♂ breed B, dan ♀ breed B disilangkan dengan ♂ breed A. Dalam sistem ini, akan didapatkan peningkatan heterosis sebesar 66%. Pada keturunannya akan memiliki 2/3 gen dari bangsa induknya, sedangkan 1/3 gen berasal dari bangsa lain (Anonim, 2009).
Sedangkan untuk sistem rotasi dengan 3 bangsa, dalam 1 peternakan terdiri dari 3 bangsa ternak, yang dimana ♀ breed A digunakan sebagai female replacements untuk kemudian disilangkan dengan ♂ breed B. Ternak ♀  hasil  persilangan  tadi  digunakan  sebagai  female  replacements  yang kemudian disilangkan dengan ♂ breed C. Ternak ♀ hasil persilangan ini kemudian  digunakan  sebagai  female  replacements  yang kemudian  akan disilangkan dengan ♂ breed A (Frahm, R).
            Adapun keuntungan yang diperoleh dari sistem rotasi 3 bangsa ini
adalah dapat meningkatkan heterosis atau hybrid vigor lebih tinggi 20% -
21% dibandingkan dengan sistem rotasi 2 bangsa, yakni sebesar 86% - 87%. Disamping itu kerugian yang diperoleh dalam sistem ini adalah kesulitan dalam pemeliharaan bila dibandingkan dengan sistem rotasi dengan 2 bangsa,
            mengingat bahwa dalam sistem ini menggunakan 3 bangsa ternak yang berbeda,  sehingga  juga  dibutuhkan  pasture  yang  dapat  mencukupi maintenance (kebutuhan sehari-hari) dari ternak tersebut, serta pakan yang tersedia harus sesuai dengan A.I (animal unit) agar tidak terjadi overgrazing (  ∑  ternak  >  hijauan  )  dan  undergrazing  (∑  ternak  <  hijauan) (Anonim, 2009).
Berikut  adalah  diagram  sederhana  yang  dapat  menggambarkan
bagaimana sistem kerja sistem rotasi tersebut :
            Herd- A                                                                               Herd- B


x
 
          ♀                                                                                   ♂
x         ♀                                 


x
 


Herd- C
 
♂                                                                                 ♀


x
 
                                                      
♂                                                        
     ♀            ♀ = female replacements
3. Sistem Kombinasi (Rotaterminal System)
Sistem  kombinasi  ini  merupakan  sistem  crossbreeding  yang mengkombinasikan antara sistem rotasi (rotational system) dengan sistem terminal  (terminal  system).  Dimana  sistem  rotasi  berfungsi  untuk menyediakan female replacements (♀) dengan jalan persilangan antara breed A dengan breed B (A*B Rot) sedangkan sistem terminal berfungsi untuk menghasilkan keturunan yang kemudian akan dijual (marketed calf).
Sehingga secara sederhana dapat dirumuskan bahwa [T * (A*B)]       (Nick, 2005).
Adapun keuntungan yang diperoleh dari sistem kombinasi ini adalah dimungkinkan dapat meningkatkan berat sapih sekitar 21%. Disamping itu, juga  dapat  meningkatkan  heterosis  yang  berasal  terminal  cross.  Dapat diasumsikan bahwa, kita akan mendapatkan 66% heterosis dari sistem rotasi (2 breed) dan 100% heterosis dari sistem terminal dan 50% dari total sapi di dalam Herd C                                         ( kelompok C [T * (A*B)] ), ini dapat memungkinkan yakni kira-kira heterosis yang akan diperoleh adalah sebesar 83% (Frahm, R).
            Sedangkan kerugian yang diperoleh dari sistem ini adalah setidaknya, minimal peternak memiliki 3 ladang pengembalaan (pasture), minimal terdiri dari  100  sapi/kelompok,  diperlukan  kedisiplinan  serta  ketelitian  dala mengidentifikasi  sapi  menurut  tahun  kelahirannya  sebagaimana  bangsa induknya (Nick, 2005).
4. Sistem Komposit (Composite System)
Composite  berarti  keturunan  baru.  Yakni  dimana  crossbreeding digunakan untuk membentuk keturunan baru/ komposit. Setelah keturunan
tersebut terbentuk maka akan dibentuk sebuah kawasan atau kelompok untuk breed baru tersebut (Anonim, 2009).
Keuntungan  dari  keturunan  komposit  mencangkup  kemudahan
manajemen, konsistensi heterosis yang tinggi dan seringkali bahwa keturunan baru ini dapat berkembang biak dalam suatu lingkungan yang ideal untuk dikembangkan secara khusus (Anonim, 2009).